Aksi Atika Mahasiswi cantik Berjilbab Merah Sore itu aku baru pulang dari rumah temanku. Karena perjalanan pulang
melewati kampusku, maka sekalian aku menyempatkan diri untuk mampir
ke sana dengan tujuan melihat nilai UTS-ku dan mencatat jadwal SP
(Semester Pendek). Kumasuki halaman kampus dan kuparkirkan sepeda
motorku. Saat itu waktu telah menunjukkan jam 17.35, di tempat parkir
pun hanya terlihat 3-4 kendaraan. Aku segera memasuki gedung
fakultasku, di sana lorong-lorong sudah gelap hanya diterangi beberapa
lampu downlight, sehingga suasananya remang-remang, terkadang timbul
perasaan ngeri di gedung tua itu sepertinya hanya aku sendirian,
bahkan suara, langkah kakiku menaiki tangga pun menggema. Akhirnya
sampai juga aku di tingkat 4 dimana pengumuman hasil ujian dan jadwal
SP dipasang.
Ketika aku sedang melihat hasil UTS-ku dari lantai bawah
sekonyong-konyomg terdengar langkah pelan yang menuju ke sini. Sadar
atau tidak kurasakan bulu kudukku berdiri dan membayangkan makhluk apa
yang nantinya akan muncul. Ah konyol, kubuang pikiran itu jauh-jauh,
hantu mana mungkin terdengar bunyi langkahnya. Suara langkah itu makin
mendekat dan akhirnya kulihat sosoknya, oohh, ternyata lain dari yang
kubayangkan, yang muncul ternyata seorang gadis cantik. Aku pun
mengenalnya walaupun tidak kenal dekat, dia adalah mahasiswi yang
pernah sekelas denganku dalam salah satu mata kuliah, namanya Atika,
orangnya tinggi langsing, pahanya jenjang, teteknya pun membusung
indah, kuperkirakan ukurannya 34B, dipercantik dengan wajahnya yang
selalu berjilbab namun tetap modis dan wajah oval yang putih mulus. Dia
juga termasuk salah satu bunga kampus di Universitasku yang
mewajibkan mahasiswinya untuk berjilbab..
“Hai.. sore, mau lihat nilai ya?” tanyaku berbasa-basi.
“Iya, kamu juga ya?” jawabnya dengan tersenyum manis.
Aku lalu meneruskan mencatat jadwal SP, sementara dia sedang mencari-cari NRP dan melihat hasil ujiannya.
“Sori, boleh pinjam bolpoin dan kertas? gua mau catat jadwal nih,” tanyanya.
“Ooo, boleh, boleh gua juga udah selesai kok,” aku lalu memberikannya secarik kertas dan bolpoinku.
“Eh, omong-omong kamu kok baru datang sekarang malam-malam gini, nggak takut gedungnya udah gelap gini?” tanyaku.
“Iya, sekalian lewat aja kok, jadi mampir ke sini, kamu sendiri juga kok datang jam segini?”
“Sama nih, gua juga baru pulang dari teman dan lewat sini, jadi biar sekali jalanlah.”
“Iya, kamu juga ya?” jawabnya dengan tersenyum manis.
Aku lalu meneruskan mencatat jadwal SP, sementara dia sedang mencari-cari NRP dan melihat hasil ujiannya.
“Sori, boleh pinjam bolpoin dan kertas? gua mau catat jadwal nih,” tanyanya.
“Ooo, boleh, boleh gua juga udah selesai kok,” aku lalu memberikannya secarik kertas dan bolpoinku.
“Eh, omong-omong kamu kok baru datang sekarang malam-malam gini, nggak takut gedungnya udah gelap gini?” tanyaku.
“Iya, sekalian lewat aja kok, jadi mampir ke sini, kamu sendiri juga kok datang jam segini?”
“Sama nih, gua juga baru pulang dari teman dan lewat sini, jadi biar sekali jalanlah.”
Kami pun mulai mengobrol, dan obrolan kami makin melebar dan semakin
akrab. Hingga kini belum ada seorang pun yang terlihat di tempat kami
sehingga mulai timbul pikiran kotorku terlebih lagi hanya ada
sepasang pria dan wanita dalam tempat remang-remang. Aku mulai
merasakan senjataku menggeliat dan mengeras. Kupandangi wajah
cantiknya, wajah kami saling menatap dan tanpa sadar wajahku makin
mendekati wajahnya. Ketika semakin dekat tiba-tiba wajahnya maju
menyambutku sehingga bibir kami sekarang saling berpagutan. Tanganku
pun mulai melingkari pinggangnya yang ramping. Sekarang mulutnya mulai
membuka dan lidah kami saling beradu, rupanya dia cukup ahli juga
dalam berciuman, nampaknya ini bukan pertama kalinya dia melakukannya.
Wangi parfum dan desah nafasnya yang sudah tidak beraturan
meningkatkan gairahku untuk berbuat lebih jauh, tanganku kini mulai
turun meremas-remas pantatnya yang montok dan berisi, dia juga
membalasnya dengan melepas kancing kemejaku satu persatu. Tiba-tiba
aku sadar sedang di tempat yang salah, segera kulepas ciumanku.
“Jangan di sini, gua tau tempat aman, ayo ikut gua!”
Kuajak dia ke lantai 3, kami menelusuri koridor yang remang-remang itu menuju ke sebuah ruangan kosong bekas ruangan mahasiswa pecinta alam, sejak team pecinta alam pindah ke ruang lain yang lebih besar ruangan ini dikosongkan hanya untuk menyimpan peralatan bekas dan sering tidak dikunci. Kubuka pintu dan kutekan saklar di tembok, ruangan itu hampir tidak ada apa-apa, hanya sebuah meja dan kursi kayu jati yang sandarannya sudah bengkok, beberapa perkakas usang, dan sebuah matras bekas yang berlubang.
Kuajak dia ke lantai 3, kami menelusuri koridor yang remang-remang itu menuju ke sebuah ruangan kosong bekas ruangan mahasiswa pecinta alam, sejak team pecinta alam pindah ke ruang lain yang lebih besar ruangan ini dikosongkan hanya untuk menyimpan peralatan bekas dan sering tidak dikunci. Kubuka pintu dan kutekan saklar di tembok, ruangan itu hampir tidak ada apa-apa, hanya sebuah meja dan kursi kayu jati yang sandarannya sudah bengkok, beberapa perkakas usang, dan sebuah matras bekas yang berlubang.
Segera setelah tombol kunci kutekan, kudekap tubuhnya yang sedang
bersandar di tepi meja. Sambil berciuman tangan kami saling melucuti
pakaian masing-masing. Setelah kulepas kemeja lengan panjangnya yang
ketat dan branya, kulihat tubuh putih mulus dengan tetek kencang dan
putingnya yang kemerahan. Saat itu dia sudah topless tinggal memakai
celana panjang dan jilbab merah saja. Kuarahkan mulutku ke dada
kanannya yang berada di balik jilbab sementara tanganku melepas kancing
celananya lalu mulai menyusup ke balik celana itu. Kurasakan
kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus dan sudah becek oleh cairan
kenikmatan. Puting yang sudah menegang itu kusapu dengan permukaan
kasar lidahku hingga dia menggelinjang-gelinjang disertai desahan.
Dengan jari telunjuk dan jari manis kurenggangkan bibir memeknya dan
jari tengahku kumainkan di bibir dan dalam lubang itu membuat
desahannya bertambah hebat sambil menarik-narik rambutku.
Akhirnya dengan perlahan-lahan kuturunkan celana beserta celana
dalamnya hingga lepas. Kubuka resleting celanaku lalu kuturunkan CD-ku
sehingga menyembullah kontol yang dari tadi sudah mengeras itu.
Tangannya turut membimbing kontolku memasuki lubang memeknya, setelah
masuk sebagian kusentakkan badanku ke depan sehingga dia menjerit
kecil. Aku mulai menggerakkan badanku maju mundur, semakin lama
frekuensinya semakin cepat sehingga dia mengerang-erang keenakan,
tanganku sibuk meremas-remas tetek montoknya, dan lidahku menjilati
leher di balik jilbabnya. Aku terus mendesaknya dengan
dorongan-dorongan badanku, hingga akhirnya aku merasakan tangannya yang
melingkari leherku makin erat serta jepitan kedua pahanya mengencang.
Saat itu gerakanku makin kupercepat, erangannya pun bertambah dahsyat
sampai diakhiri dengan jeritan kecil, bersamaan dengan itu kurasakan
pula cairan hangat menyelubungi kontolku dan spermaku mulai mengalir
di dalam rahimnya. Kami menikmati klimaks pertama ini dengan saling
berpelukan dan bercumbu mesra.
Tiba-tihba terdengar suara kunci dibuka dan gagang pintu diputar,
pintu pun terbuka, ternyata yang masuk adalah Pak Toyip, kepala
karyawan gedung ini yang juga memegang kunci ruangan, orangnya berumur
50-an keatas, rambutnya sudah agak beruban, namun badannya masih
gagah. Kami kaget karena kehadirannya, aku segera menaikkan celanaku
yang sudah merosot, Atika berlindung di belakang badanku untuk
menutupi tubuh telanjangnya meskipun memakai jilbab.
“Wah, wah, wah saya pikir ada maling di sini, eh.. ternyata ada
sepasang kekasih lagi berasik ria!” katanya sambil berkacak pinggang.
“Maaf Pak, kita memang salah, tolong Pak jangan bilang sama siapa-siapa tentang hal ini,” kataku terbata-bata.
“Hmmm… baik saya pasti akan jaga rahasia ini kok, asal…”
“Asal apa Pak?” tanyaku.
Orang tua itu menutup pintu dan berjalan mendekati kami.
“sal saya boleh ikut merasakan si Mbak yang berjilbab tapi telanjang ini, he.. he… he…!” katanya sambil terus mendekati kami dengan senyum mengerikan.
“Jangan, Pak, jangan!”
“Maaf Pak, kita memang salah, tolong Pak jangan bilang sama siapa-siapa tentang hal ini,” kataku terbata-bata.
“Hmmm… baik saya pasti akan jaga rahasia ini kok, asal…”
“Asal apa Pak?” tanyaku.
Orang tua itu menutup pintu dan berjalan mendekati kami.
“sal saya boleh ikut merasakan si Mbak yang berjilbab tapi telanjang ini, he.. he… he…!” katanya sambil terus mendekati kami dengan senyum mengerikan.
“Jangan, Pak, jangan!”
Dengan wajah pucat Atika berjalan mundur sambil menutupi dada dengan
jilbab dan kemaluannya dengan tangan kiri untuk menghindar, namun dia
terdesak di sudut ruangan. Kesempatan itu segera dipakai Pak Toyip
untuk mendekap tubuh Atika. Dia langsung memegangi kedua pergelangan
tangan Atika dan mengangkatnya ke atas. “Ahh.. jangan gitu Pak, lepasin
saya atau… eeemmmhhh…!” belum sempat Atika melanjutkan perkataannya,
Pak Toyip sudah melumat bibirnya dengan ganas. Sekarang Atika sudah
mulai berhenti meronta sehingga tangan Pak Toyip sudah mulai
melepaskan pegangannya dan perlahan-lahan mulai turun ke tetek kanan
Atika lalu meremas-remasnya dengan gemas. Entah mengapa daritadi aku
hanya diam saja tanpa berbuat apa-apa selain bengong menonton adegan
panas itu, sangat kontras nampaknya Atika yang berparas cantik dan
berjilbab merah itu sedang digerayangi oleh Pak Toyip yang tua dan
bopengan itu, seperti beauty and the beast saja, dalam hati berkata,
“Dasar bandot tua, sudah ganggu acara orang masih minta bagian pula.”
Ciuman Pak Toyip pada bibir Atika kini mulai merambat turun ke
lehernya yang masih tertutup jilbab, dijilatinya leher jenjang Atika
kemudian dia mulai menciumi tetek Atika sambil tangannya mengobok-obok
liang memek Atika. Diperlakukan seperti itu Atika sudah tidak bisa
apa-apa lagi, hanya pasrah sambil mendesah-desah, “Pak… aaakhh..
jangan.. eeemmhh… sudah Pak!” Setelah puas “menyusu” Pak Toyip mulai
menjelajahi tubuh bagian bawah Atika dengan jilatan dan ciumannya.
Setelah mengambil posisi berjongkok Pak Toyip mengaitkan kaki kanan
Atika di bahunya dan mengarahkan mulutnya untuk mencium memek yang
sudah basah itu sambil sesekali menusukan jarinya. Sementara Pak Toyip
mengerjai bagian bawah, aku melumat bibirnya dan meremas teteknya yang
montok itu, putingnya yang sudah tegang itu kupencet dan kupuntir.
Masih tampak jelas warna kemerahan bekas gigitan dan sisa-sisa ludah
pada tetek kirinya yang tadi menjadi bulan-bulanan Pak Toyip. Tak
lama kemudian kurasakan dia mencengkram lenganku dengan keras dan
nafasnya makin memburu, ciumannya pun makin dalam. Rupanya dia
mencapai orgasme karena oral seks-nya Pak Toyip dan kulihat Pak Toyip
juga sedang asyik menghisap cairan yang keluar dari memeknya sehingga
membuat tubuh Atika menegang beberapa saat dan dari mulutnya terdengar
erangan-erangan yang terhambat oleh ciumanku. Sekarang aku membuat
posisi Atika menungging di matras yang kugelar di lantai. Kesetubuhi
dia dari belakang, sambil meremas-remas pantat dan teteknya. Pak Toyip
melepaskan pakaiannya hingga telanjang, kemudian dia berlutut di
depan wajah Atika yang jilbabnya telah acak-acakan. Tanpa diperintah
Atika segera meraih kontol yang besar dan hitam itu, mula-mula
dijilatinya benda itu, dikulumnya buah pelir itu sejenak lalu
dimasukkannya benda itu ke mulutnya. Pak Toyip mendengus dan merem
melek kenikmatan oleh kuluman Atika, dia menjejalkan kontol itu hingga
masuk seluruhnya ke mulut Atika.
Atika pun agak kewalahan diserang dari 2 arah seperti ini. Beberapa
saat kemudian Pak Toyip mengeluarkan geraman panjang, dia menahan
kepala Atika yang ingin mengeluarkan kontolnya dari mulutnya, sementara
aku makin mempercepat goyanganku dari belakang. Tubuh Atika mulai
bergetar hebat karena sodokan-sodokanku dan juga karena Pak Toyip yang
sudah klimaks menahan kepalanya dan menyeburkan spermanya di dalam
mulut Atika, sangat banyak sperma Pak Toyip yang tercurah sampai cairan
putih itu meluap keluar membasahi bibirnya, jeritan klimaks Atika
tersumbat oleh kontol Pak Toyip yang cukup besar sehingga dari mulutnya
hanya terdengar, “Emmpphh.. mmm.. hmmpphh…” tangannya
menggapai-gapai, dan matanya terbeliak-beliak nikmat.
Kemudian Pak Toyip melepas kontolnya dari mulut Atika, lalu dia
berbaring telentang dan menyuruh Atika memasukkan kontol yang berdiri
kokoh itu ke dalam memeknya. Sesuai perintah Pak Toyip, Atika sambil
membneahi jilbabnya yang hampir lepas menduduki dan memasukkan kontol
Pak Toyip, ekspresi kesakitan nampak pada wajahnya karena kontol Pak
Toyip yang besar tidak mudah memasuki liang memeknya yang masih sempit,
Pak Toyip meremas-remas susu Atika yang sedang bergoyang di atas
kontolnya itu. Aku lalu memintanya untuk membersihkan barangku yang
sudah belepotan sperma dan cairan kemaluannya, ketika kontolku sedang
dijilati dan dikulum olehnya, kutarik erat-erat ujung jilbabnya “Wah
cantik banget si Mbak ini sudah berjilbab tapi binal, mana memeknya
masih sempit lagi, benar-benar beruntung saya malam ini,” kata Pak
Toyip memuji Atika. “Dasar muka nanas, kalo dia pacar gua udah gua
hajar lo dari tadi!” gerutuku dalam hati.
Setelah kontolku dibersihkan Atika, kuatur posisinya tengkurap di
atas Pak Toyip, dan kumasukkan kontolku ke duburnya, sungguh sempit
liang anusnya itu hingga dia menjerit histeris ketika aku berhasil
menancapkan kontolku di sana. Kami bertiga lalu mengatur gerakan agar
dapat serasi antara kontol Pak Toyip di memeknya dan kontolku di
anusnya. Aku menghujam-hujamkan kontolku dengan ganas sambil
meremas-remas tetek dan pantatnya juga sesekali kujilati lehernya.
Sementara Pak Toyip juga aktif memainkan tetek yang hanya beberapa
sentimeter dari wajahnya itu. Tak lama kemudian Atika menjerit keras,
“Akkhh…!” tubuhnya menegang dan tersentak-sentak lalu terkulai lemah
menelungkup, begitu tubuhnya rebah langsung disambut Pak Toyip dengan
kuluman di bibirnya. Aku dan Pak Toyip melepas kontol kami dan berdiri
di depan Atika secara bergantian dia mengulum dan mengocok kontol kami
hingga sperma kami muncrat membasahi wajahnya dan jilbab merahnya itu.
Tubuh kami bertiga sudah bersimbah keringat dan benar-benar lelah,
terutama Atika, dia nampak sangat kelelahan setelah melayani 2 lelaki
sekaligus. Sesudah beristirahat sejenak, kami berpakaian kembali. Kami
membuat kesepakatan dengan Pak Toyip untuk saling menjaga rahasia ini,
Pak Toyip pun menyetujuinya dengan syarat Atika mau melayaninya
sekali lagi kapanpun bila dipanggil, meskipun mulanya dia agak
ragu-ragu akhirnya disetujuinya juga. Kami yakin dia tidak berani
kelewatan karena dia sebagai gadis berjilbab juga tidak ingin hal ini
diketahui keluarganya. Sejak itu kami semakin akrab dan sering
melakukakan perbuatan itu lagi meskipun tidak sampai pacaran, karena
kami sudah punya pacar masing-masing.